Rabu, 15 Agustus 2018

ALHAMDULILLAH, MASIH REJEKI

Sabtu pagi, adalah hari bersantai-santai setelah lima hari sebelumnya berurusan dengan pekerjaan. Sabtu pagi, cita-cita adalah bangun siang, tapi apalah daya, kewajiban adalah kewajiban tak bisa ditinggalkan. Jadi tetap bangun pagi, menunaikan kewajiban dan tidak bisa bobok lagi (ilang ngantuknya).
Selesai shalat selonjoran di kamar sejenak membuka hape melihat ada kesibukan apa di dunia maya. Baru sebentar ngeklik sana-sini, sudah kedengaran suara Paksu di luar kamar.
"Bun, mau ke pasar tidak?"tanyanya sambil membawa baju kotor sekeranjang ke belakang
"Pasar donk"jawabku sambil mata tetap melihat ke hape.
"Yuk ayuk ah, sebelum makin siang" ajak paksu.

Dengan setengah malas aku beranjak keluar kamar. Mengganti baju dengan baju panjang, kulot, dan jilab slup-slupan. Tak perlu menengok ke dalam kulkas, karena aku sudah hapal apa saja yang habis. Baru buka pagar, si kecil berlari dari dalam kamar merengek minta ikut. Jadilah kami ke pasar bertiga. Sabtu pagi, jalanan sekitar Beji lumayan lengang. Jauh banget bedanya dibandingkan dengan ketika hari kerja. Tak sampai lima belas menit, kami sampai di Pasar Kemiri. You know, di mana itu Pasar Kemiri? Letaknya persis di sebelah stasiun kereta Depok Baru.

Setelah menitipkan motor di parkir langganan, kami melintasi rel menuju pasar. Baru tahu, kalau tempat jualan sudah ditembok permanen. Kami menuju tukang sayur langganan dengan jalan satu-satu, tidak bisa bersisian, karena jalannya hanya muat untuk dua orang dua arah. Areal pasar sebenarnya luas, tetapi karena selama ini mengganggu aktivitas transportasi di sekitar Depok Baru, apalagi para pedagang berjualannya sangat memakan jalanan angkot, akhirnya sering menimbulkan kemacetan. Ditambah lagi, ada agenda pemkot Depok untuk merenovasi terminal bus, sehingga demi kelancaran transportasi, maka ruas jalan yang semula digunakan oleh para pedagang untuk berjualan, sekarang sudah dipagar tembok. Menurut mbak pedagang ayam, para pedagang kini waktu jualannya shift shift an, ada yang jualan pagi, dan sebagian lain gantian jualan di waktu siang, demi sama-sama bisa punya tempat dan rejeki tetap mengalir.

Pagi tampak mulai panas, karena tak ada terpal atau apapun yang biasanya dipakai pedagang buat berteduh. Sinar matahari langsung mengenai kulit. Suasana pasar tampak ramai seperti biasanya, karena memang di pasar ini lah semua barang dijual dengan harga murah. Aku membeli dua ekor ayam, ati ampela, udang dan sayur mayur serta buah untuk kebutuhan seminggu. Belanjanya sudah biasa di langganan, jadi tidak lagi menggunakan tawar menawar. Meskipun ditawar, toh harga paling turun seribu dua ribu, karena rata-rata sudah menjual dengan harga pas, jadi tidak khawatir dimahalkan buat yang jarang belanja disini.
Selesai belanja, Paksu memanggul belanjaan, saya menggendong Fakhri. Duh, bocah yang tampak kurus ini tetap saja membuatku terengah-engah saat menggendongnya. Apalagi pas digendongan badannya sengaja meliuk kesana kemari sambil tak henti menciumi pipi bundanya (so sweet), jadinya makin kepayahan aku menggendongnya.

Sebelum melintasi rel kereta, tak lupa kami menoleh ke kanan ke kiri memastikan keadaan aman. Jalan disisi rel ini memang sangat sempit, jadi harus jalan bergantian jika sama-sama membawa tentengan, karena setengah jalanan dimakan pedagang, ditambah lagi papasan dengan orang yang keluar masuk stasiun atau baru pulang dari pasar yang kebanyakan bawaannya bejibun.
Kugendong Fakhri sampai parkiran. Setelah meletakkan Fakhri posisi berdiri di parkiran, aku menuju tukang kelapa langganan, beli kelapa parut. Paksu sibuk mengemas belanjaan agar memudahkan membawanya. Setelah semua beres dan tak lupa membayar parkir, kami pun keluar parkiran dengan hati-hati. Jangan pikir setelah keluar parkiran langsung ketemu jalanan lancar. Tidak, karena ini masih area pasar. Banyak pengunjung pasar yang menaroh parkir seenaknya, ditinggal belanja di sekitar jalan. Juga becak dengan banyak muatan, dan abangnya yang kecapekan mengayuh becak. Ditambah lagi angkot yang menurunkan penumpang, berderet-deret membuat macet. Sabar saja kalo tiap hari lewat pasar kemiri. Untung saja, aku naik turun kereta tidak di stasiun ini, bisa emosi tiap hari ehehhehe.

Berhasil melewati barisan angkot, kemacetan lain menghadang di depan kami. Yap. Depok diatas jam delapanan pagi, mulai macet bok. Justru macet banget di hari Sabtu Minggu. Lengangnya cuma bentar waktu pagi tadi. Arus kendaraaan yang berasal dari jalan margonda, juga dari arah depok lama tumpah ruah di ujung fly over jalan Arif Rahman Hakim. kadang ikut terpancing juga ketika motor dan kendaraan lain di belakang bersikap tak sabaran, mainan klakson dengan harapan kendaraan di depannya segera memberi jalan. Emang dikira yang denger klakson telinganya gak pada pengeng apa ya. Dengan sangat hati-hati paksu selap selip diantara kendaraan. Ketika kami membelok ke arah jalan kembang, kami bisa sedikit lebih lega sudah masuk di jalanan kampung. Ujug-ujug paksu menghentikan motor di  abang sayur depan mpokalfa, dan menunjuk-nunjuk barang hijau panjang, kode minta dibelikan. Setelah membayar, aku pun memasukkan barang hijau panjang beraroma semerbak ke dalam plastik belanjaan.

Singkat cerita, sampailah kami di rumah. Aku turun dari boncengan dan membuka pagar. Setelah menurunkan Fakhri, aku masuk menaroh belanjaan.

"Bun, plastik(isi) ayam mana?" panggil paksu. Suaranya terdengar panik.
"kan tadi mas yang ngemasin" jawabku
"Iya, tapi ini gak ada. Jatuh apa ya"ujar paksu

Kupastikan keberaaan plastik ayam di belanjaan yang sudah kubawa masuk. Memang tak ada. Tak lama terdengar suara motor paksu menjauh dari rumah. Tinggallah aku di dapur sendiri. Fakhri sudah bergabung dengan kakaknya nonton kartun kesayangan di layar kaca. Fokus mereka tak terganggu ketika ayah bundanya panik kehilangan ayam. Kuambil segelas air putih dan kuteguk cepat. Ada rasa sebal yang tiba-tiba datang. Terbesit tanya, si ayam jatuh dimana? Lumayanlah harga dua ekor ayam, setengah kilo udang dan tiga ati ampela. Sambil menarik napas dan mengumpulkan energi positif, kucoba berpikir jernih. Ya namanya belum rejeki ya begini. Ya sudah seminggu ini makannya tempe tahu telor saja. Males kalau harus mengeluarkan uang lagi untuk belanja ayam. Kalau ayam dkk sudah ditemukan orang dan berniat menggorengnya, semoga itu bermanfaat buat lauk sang penemu. Tapi belajar ikhlas itu susah ya. Tapi tetap berusaha. Wis dah. Lupakan soal ayam. Mau disusuri sepanjang jalan apa iya ketemu? Gimana caranya? Ap malah si ayam sudah remek karena kelindes kendaraan.

Kunyalakan kompor buat menggoreng nugget untuk sarapan anak-anakku. Sambil menggoreng, kumasukkan sayuran-sayuran yang tadi dibeli ke dalam kulkas. Tak berapa lama, terdengar suara motor paksu. Antara harapan tapi takut kecewa, aku mengintip dari pintu dapur. Kudengan Faris bertanya ke ayahnya soal palastik merah yang dibawa. Hmm,...plastik merah???

"Ketemu dimana mas?" tanyaku senang saat kulihat plastik ayam ditenteng paksu
"Wah,.tadi mas udah sampai parkiran lagi. Pelan-pelan nengokin ke bawah kiri kanan. Eh ini tadi ketemu di di jalan Palem"jelas paksu
"Kok bisa ketahuan?"tanyaku penasaran
"Iya, tadi pas lagi noleh-noleh Mas lihat ada plastik merah di ruko jalan Palem. Trus ada koko-koko nanya, nyari apa mas? mas jawab nyari plastik isi ayam. Kayaknya itu ya ko? tanya mas sambil nunjuk plastik merah di ruko si koko. kata koko nya, tadi itu plastik dikira sampah, pas dibuka isinya ayam. Alhamdulillah ya bun, masih rejeki kita" senyum paksu sambil menowel hidung pesekku.
"Iya, alhamdulillah, seminggu ini gak jadi makan cuma dengan tahu tempe aja hehehe"

Terkadang, manusia susah untuk bersikap ikhlas, dan terlalu menakutkan tentang rejekinya. Dia lupa, ada Alloh sang maha pemberi rejeki. Kadang manusia, terlalu egois, ketika miliknya ada yang hilang. Tak jarang ada doa jelek yang terucap pada siapa saja yang menemukan barang miliknya. Padahal barang hilang tersebut karena keteledorannya sendiri, bukan karena dicuri atau diambil. Hikmahnya, ikhlaskan jika barangmu hilang karena keteledoranmu. Seandainya barang milikmu ditemukan orang dan orang itu tidak mau mengembalikan, ya ikhlaskan. Semoga Alloh memberi gantinya yang lebih baik. Namun, ketika kita berusaha untuk mengikhlaskan, ndilalah barang tersebut malah kembali lagi ke kita.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar